Pro Kontra Omnibus Law | Substansi RUU Cipta Kerja Pesanan?

Pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja oleh DPR-RI pada Senin (5/10/2020) menuai Pro-Kontra dimasyarakat. 

Tuduhan terhadap RUU Cipta Kerja sebagai pesanan pihak tertentu, khusunya bagi tujuan memuluskan jalan kapitalis dapat dengan leluasa berinvestasi di Indonesia, serta bisa seenaknya sendiri tanpa memperhatikan hak-hak buruh, mengundang syak wasangka dan respon berbagai kalangan dengan demonstrasi jalanan yang turut diwarnai tindakan anarkis.

Klaster ketenagakeejaan menjadi perhatian dalam RUU Cipta Kerja
| property : Pixabay.com 

Pro-Kontra 5 Poin Substansi RUU Cipta Kerja

Demonstrasi jalanan yang diselenggarakan kalangan buruh, mahasiswa, dan masyarakat luas dilakukan dengan menyoroti beberapa poin yang menjadi substansi Omnibus Law RUU Cipta Kerja, diantara 5 Substansi RUU Cipta Kerja yang menuai Pro Kontra :
  1. Penghapusan Upah Minimum Kabupaten.
  2. ​Pengaturan berakhirnya masa perjanjian kerja dan pesangon.
  3. Pengaturan Cuti Kerja.
  4. ​Pengaturan lembur kerja.
  5. ​Izin penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).

Penafsiran RUU Ciptaker Versi Pemerintah 

Beredarnya kabar hoax tentang penafsiran substansi RUU Cipta Kerja, juga makin 
memperuncing Pro-Kontra di masyarakat. Pemerintah melalui Kementrian Tenaga Kerja membantah dan meluruskan beberapa penafsiran terhadap substansi dan tuduhan RUU Cipta Kerja pesanan kelompok tertentu.

Menteri tenaga kerja Siti Fauziyah yang terlibat dalam penyusunan Omnibus Law menyampaikan bahwa dalam Omnibus Law RUU Ciptaker tetap mengatur syarat-syarat dan perlindungan hak-hak kaum buruh, sebagai dasar penyusunan perjanjian kerja, utamanya lagi Perjanjian Waktu Kerja Tertentu (PWKT) atau yang sering disebut Pekerja Kontrak. Dilansir (kompas.com).

Bahkan ada tambahan perlindungan hak pekerja, yaitu dalam pemberian kompensasi terhadap pekerja (kontrak) pada saat berakhirnya PWKT. Demikian juga pemenuhan hak bagi pekerja outsourcing yang tetap mengacu UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Penggunaan Upah Minimum sebagai pedoman bagi pengusaha dalam memberi upah kepada buruh, akan ditentukan lebih rinci melalui Peraturan Pemerintah dengan tetap berbepedoman pada UU Nomor 13 Tahun 2003. 

UU Ciptaker hanya menambahkan variabel dan formula, yaitu memperhatikan faktor pertumbuhan ekonomi dan inflasi sebagai pedoman penetapan upah minimum. Penangguhan penetapan upah minimum dihapus dalam UU Cipta Kerja.

Posting Komentar

0 Komentar