Balita penderita rhabdomyosarcoma, Anggi perutnya makin membesar

Seperti ketakutan, Anggi anakku yang berusia 3 tahun itu enggan menaiki mobil ambulan yang menjemput. Ia berontak ingin turun dari gendonganku.

Anggi bocah penderita kanker rhabdomyosarcoma : karangsari-kulonprogo.desa,id

Sambil menenteng tas dan perbekalan, suamiku mencoba menenangkan. Membujuk Anggi agar mau naik kendaraan yang akan menghantarkan kami ke RSUP dr Sardjito, di Yogyakarta.

Hari ini, entah untuk kesekian kalinya anakku harus mendapat perawatan medis. Sejak didiagnosa menderita sejenis tumor ganas dan langka rhabdomyosarcoma, kami harus selalu bolak-balik periksa ke Rumah Sakit.

Anggi memang takut naik ambulan. Seakan tau, jika ambulan adalah sejenis kendaraan yang biasanya digunakan untuk mengangkut jenazah.

Wajahnya sayu, disebalik baju perut Anggi kelihatan makin membesar. Anggi agak berontak walaupun kelihatan lemah. Karena sedang puasa, kali ini ia lebih rewel dari biasanya. Hari ini Ia dijadwalkan melakukan CT-Scan. Nasib baik pada akhirnya ia mau dibujuk ayahnya. 

Perjuangan demi mengenyahkan penderitaan anakku ini entah kapan akan berakhir. Berbagai prosedur kesehatan telah kami lalui. Dari pemeriksaan laboratorium, tindakan Operasi, hingga Kemoterapi. Dalam jangka sebulan kadang bisa 5-6 kali ke Rumah Sakit yang jaraknya lebih dari 40 km dari tempat tinggal keluarga kami.

Donasi untuk Anggi balita mengidap tumor langka : karangsari-kulonprogo.desa.id

Masih teringat ketika harus periksa ke beberapa poli, suatu hari kami terpaksa pulang sampai kelewat. Naik Bus Ekonomi yang panas, sepanjang perjalanan anakku menangis tak henti-henti. Selain karena rasa sakit yang dideritanya, cuaca hari itu memang terasa cukup panas. Apalagi sebentar-sebentar bus berhenti menunggu penumpang. Penumpang yang adapun tampak menaruh perhatian pada anakku yang terus meronta.

Saat bus berhenti, Aku berdiri dari kursi mencoba menenangkan Anggi. Tanpa sengaja tersingkaplah hijab yang dikenakan anakku yang malang itu. Sontak seisi Bus terenyuh melihat kondisi Anggi. Kepalanya yang pelontos tanpa rambut, badannya yang kurus dan kulitnya yang menghitam efek dari kemo terapi yang dijalani.

Sopir bus itu mendekatiku, menyarankan kami untuk naik grab car  supaya Anggi tenang dan bisa istirahat. Aku menggeleng. 

Rupanya sopir berwajah garang itu memiliki hati yang tak segarang parasnya. Ia seperti mengerti keadaan keluarga kami. Sambil hulurkan sejumlah uang, sopir bus itu berucap “Silahkan gunakan uang ini untuk naik grab bu..!, mudah-mudahan anak ini nanti reda tangisnya dan bisa tidur” imbuhnya.

Tak terasa mataku basah, batinku berguncang. Sungguh, hari ini kami hanya punya uang sekedar untuk transpot dan beli jajanan ringan untuk anakku.

Kupandangi anakku, ia nampak sangat lelah. Setelah dari pagi-pagi subuh berangkat dari rumah, seharian penuh menjalani berbagai pemeriksaan kesehatan. Kami turun dari Bus setelah tak lupa mengucapkan terima kasih. Tak disangka, hampir semua penumpang saat itu menghulurkan uang, membantu sembari mendoakan kesembuhan bagi Anggi. 

“Bu, sudah sampai bu..!” beritahu sopir ambulan padaku. Aku terhenyak dari memori dan mendapati Anakku yang tertidur pulas dipangkuanku. Mungkin efek obat yang diminum sebelum menjalani CT-Scan. Di depan Ruang Pendaftaran Insatalsi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Srdjito itu kami turun dari ambulan.

“Nanti kalau sudah selesai periksa SMS ya bu..! Pinta sopir ambulan padaku, sambil terus berlalu ke tempat parkir yang jauh. Hari ini kami beruntung, karena ada ambulan milik sebuah Yayasan Sosial yang dengan sukarela membantu mengantar dan menjemput kami.

Posting Komentar

0 Komentar